Hari Kartini: Mengenang Kembali Sosok R.A Kartini, Pejuang Emansipasi Wanita


 

Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Tanggal ini diambil dari kelahiran R.A Kartini, pahlawan nasional yang menjadi pejuang emansipasi wanita. Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879.

Mungkin sejak PAUD, anak-anak sudah dikenalkan dengan Hari Kartini. Jika menengok ke puluhan tahun silam, ingatan  tentang Hari Kartini di sekolah-sekolah sebagian besar akan tertuju pada kegiatan dengan memakai baju adat, terutama kebaya bagi perempuan, seperti yang dipakai Kartini semasa hidupnya. Selain memakai kebaya, yang kemudian berkembang menjadi memakai pakaian adat di Indonesia. Terkadang kegiatan dimeriahkan dengan karnaval atau fashion show pakaian adat.

Berbicara tentang Hari Kartini, ingatanku bermula saat duduk di bangku SD, kalau tidak salah kelas 2 atau 3. Pada masa itu, jumlah murid SD di kelasku hanya terdiri dari 9 anak (5 laki-laki, 4 perempuan). Guruku bercerita tentang Kartini yang mendirikan sekolah untuk perempuan. Jumlah murid Kartini pada saat itu ada 9 anak perempuan. Jumlah murid yang sama dengan di kelasku. Itulah kesan yang aku ingat sampai sekarang dari cerita guruku tentang Kartini.

Saat itu, perempuan-perempuan dipingit termasuk Kartini, serta tidak bisa mendapat pendidikan atau bersekolah seperti yang diperoleh oleh laki-laki. Kartini berjuang agar perempuan-perempuan mendapat hak yang sama yaitu memperoleh pendidikan. Kartini juga senang membaca dan menulis. Surat-surat yang dikirimkan kepada sahabatnya di Belanda kemudian diterbitkan menjadi buku yaitu: Habis Gelap Terbitlah Terang.

Jujur, aku belum pernah membaca biografi khusus tentang R.A Kartini. Aku juga belum pernah membaca isi buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Aku hanya ingin sedikit berbagi pandanganku tentang sosok Kartini melalui ingatan yang kuperoleh dari guru-guru dan  pelajaran   di sekolah, yang kemudian dikuatkan oleh film Kartini yang dirilis tahun 2017.

Menonton film Kartini dari sutradara Hanung Bramantyo, membuatku semakin tahu kehidupan Kartini mulai dari masa kecil dan remajanya. Dian Sastrowardoyo benar-benar berhasil membuatku semakin "jatuh cinta" dan kagum pada sosok Kartini.

Kartini merupakan sosok yang kritis dan cerdas. Dalam film Kartini, sejak kecil ia sudah berani mengungkapkan hal-hal yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Kartini merupakan anak dari RM Adipati Ario Sosroningrat dan MA Ngasirah. Ayah Kartini merupakan keturunan bangsawan, sementara ibu kandungnya tidak berdarah biru. Sesuai persyaratan, karena akan menjadi bupati, maka ayah Kartini kemudian menikah dengan wanita berdarah bangsawan. Sejak kecil, Kartini diberitahu, ia akan mendapat gelar Raden Ayu atau Raden Ajeng, sehingga ia tidak diperbolehkan memanggil Ibu pada ibu kandungngya.

Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara. Ia juga merupakan putri tertua sehingga ia dapat memberi pengaruh pada adik-adik perempuannya untuk mengikuti apa yang diminta, misalnya: Kartini tidak ingin adik-adiknya bersujud untuk menyembahnya sesuai tradisi. Ia menunjukkan tekad yang kuat untuk mewujudkan keinginannya agar perempuan-perempuan di sekitarnya bisa juga mendapatkan pendidikan, melihat dunia luar. 

Adalah Sosrokartono, kakak Kartini yang memberikan pengaruh besar untuknya. Sebelum berangkat  ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya, Kartono  meninggalkan "hadiah'' untuk Kartini berupa lemari penuh dengan buku-buku. Dari situlah Kartini menghabiskan hari-harinya dengan membaca. Kartini juga mulai menulis dan diterbitkan di majalah terbitan Belanda.

Di masa itu, perempuan-perempuan yang sudah mengalami pubertas, akan dipingit dan   menunggu lelaki yang akan melamarnya.  Banyak juga yang menjadi istri kedua.  Kartini mengungkapkan keinginannya untuk menikah dengan lelaki yang ia cintai dan hanya mencintainya.

Ketika tiba waktunya, Kartini dilamar, ia mengajukan beberapa syarat untuk calon suaminya. Kartini menikah dengan RM. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang bupati Rembang. Suami Kartini mendukung  Kartini dalam mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Kartini meninggal pada tanggal 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.


Kartini kerap berkirim surat pada sahabat-sahabat penanya  yang ada di Belanda. Setelah wafatnya Kartini, surat-surat yang dikirimkan untuk sahabat-sahabatnya kemudian dikumpulkan   oleh JH Abendanon.  Surat-surat itu kemudian disusun menjadi buku berjudul Door Duisternis tot Licht pada tahun 1911. Selanjutnya, diterjemahkan oleh Empat Saudara dan diterbitkan pada tahun 1922 oleh Balai Pustaka, seperti yang kemudian kita kenal  dengan judul  "Habis Gelap Terbitlah Terang."

Dari film Kartini, kita juga tahu bahwa Kartini tidak hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Namun Kartini juga menunjukkan kepedulian pada sekitarnya, yaitu: pada para pengrajin ukiran Jepara. Kartini ikut terlibat dalam mengembangkan pengrajin ukiran di Jepara sehingga dikenal hingga ke Eropa.

Pada tahun 1964, Presiden Sukarno menetapkan R.A Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Tanggal Kelahiran Kartini, yaitu 21 April juga ditetapkan sebagai Hari Kartini. 

Kartini telah membawa perubahan sehingga sekarang ini perempuan mendapat hak yang setara dengan laki-laki dalam hal pendidikan maupun bidang lain. 

 Selain Kartini, tentu masih banyak pejuang atau pahlawan perempuan lain di Indonesia yang berjuang dengan cara masing-masing sesuai masanya.

Peringatan Kartini setiap tahun, hendaknya tidak hanya berhenti pada pengenalan sosok Kartini yang diidentikkan dengan berpakaian kebaya, sehingga kegiatan hanya seputar memakai pakaian adat. Hal terpenting yaitu tentang pengaruh yang saat ini kita dapatkan dari perjuangan Kartini. Di mana perempuan-perempuan saat ini juga dapat memperoleh pendidikan yang tinggi serta menduduki posisi yang setara dengan laki-laki.

*Gambar R.A Kartini dari Google (Pinterest)

 


 



Komentar