Selamat Hari Puisi


 "Nilai sebuah puisi adalah  seberapa banyak hati yang terketuk setelah membaca" (Dee Lestari)

Aku  membaca kalimat tersebut dari penulis favoritku. Hanya saja aku lupa membacanya di mana, entah di buku atau novel Dee yang mana. Sebagai penyuka puisi dan kalimat-kalimat puitis, apa yang Dee sampaikan itu, terus aku ingat. Aku pun menyetujui pendapatnya.

Bicara tentang Puisi, aku baru mengetahuinya beberapa tahun belakangan ini, ternyata ada Hari Puisi Sedunia atau World Poetry Day pada tanggal 21 Maret berdasarkan Resolusi dari UNESCO tahun 1999. Sedangkan di Indonesia sendiri, ada juga peringatan Hari Puisi Nasional,  tanggal 28 April yang diambil dari wafatnya penyair Angkatan 45   Chairil Anwar.

Tentu saja ada latar belakang kenapa sampai UNESCO maupun pemerintah menetapkan adanya Hari Puisi tersebut, ya. Menurut UNESCO, Hari Puisi Sedunia atau Hari Puisi Internasional  diadakan untuk mempromosikan pembacaan, penerbitan maupun pengajaran puisi.

Aku suka membaca dan menulis. Termasuk juga puisi, meskipun tidak banyak aku mengenal dan membaca puisi dari tokoh-tokoh penyair. Kahlil Gibran mungkin adalah sosok yang membuatku jatuh cinta dengan puisi-puisinya. Pernah pada masanya, aku meminjam buku-buku Gibran di taman bacaan, membelinya ketika ada pameran buku. Buku-buku Gibran juga menjadi pilihan hadiah yang kuberikan untuk beberapa sahabatku.

Chairil Anwar termasuk nama yang aku kenal, dari buku-buku Bahasa Indonesia pada masa sekolah. Termasuk juga saat kegiatan membuat mading sekolah hingga harus memilih puisi-puisi yang bisa dipajang. Kemudian mengenal nama Sapardi Djoko Damono yang puisinya dijadikan sebuah lagu. Lalu  jatuh cinta pada puisi-puisi yang Dorothea Rosa Herliany, terutama Nikah Ilalang. Sesekali membaca puisi-puisi yang dimuat di koran-koran lokal seperti Kedaulatan Rakyat maupun koran nasional seperti Kompas, dengan rubrik puisinya yang hanya seminggu sekali. Saking suka dan cintanya pada puisi-puisi itu hingga sayang jika ikut menghilang saat koran tak terpakai atau diloakkan, maka untuk memperpanjang usia puisi-puisi itu, aku sempat membuat kliping.

Puisi-puisiku lebih banyak tersimpan di buku harian. Hingga belasan tahun lalu, aku coba mengirim di sebuah tabloid remaja. Dan, taraaaaa.. puisiku di muat. Aku sudah pernah menuliskan kisah ini, kalia bisa membacanya di Puisi Pertamaku https://wiwiedfransiska.blogspot.com/2020/08/puisi-pertamaku.html.  

Aku menerima banyak sekali surat dari pembaca tabloid itu. Aku terkejut dengan apresiasi mereka. Ada yang bercerita bahwa mereka memilih puisiku untuk tugas sekolah. Itulah yang membuatku meyakini kata-kata Dee tadi.

Aku juga pernah iseng mengumpulkan puisi-puisiku dan membuatnya jadi buku antologi puisi.  Lebih untuk mendokumentasikan agar tak hilang kemana-mana. Seseorang pernah mengomentari jika puisi yang kutulis lebih seperti curahan hati. Buatku itu jadi masukan. 

Menurutku ada banyak cara bagi seseorang untuk berekspresi atau mengungkapkan perasaannya tentang sesuatu, puisi adalah salah satunya.


 


Komentar